Gubuk Auratku: Sajak-sajak Syayyid Ali Murtadho

Senin, 12 Mei 2014

Kabar Dari Secangkir Kopi Susu

cermin pagi menggambar
wajahku yang coklat, wajahku yang paling bayi
seperti meja dan kursi
setia menopang ekorku yang buaya
membuntuti koran-kabarku hari ini
: bergulingan menumpahi pikiran.

hai, meja dan kursi
secangkir hati, cintaku
ke langit yang tak berpetak
dan buayaku yang semakin
bergairah mencumbu wajahku
penuh lumpur berasap.

hai,
kuucapkan pagi ini, pada
segemuk udara yang kian
menelanjangi mataku

ekorku, ekor buaya
darah dan daging setumbuh
cicit perkutut ketika subuh
sebening embun berbisik ke telingaku,
: "kau masih teramat bayi."

Gresik, 2014

Jumat, 25 April 2014

Mata Api

Mata api menciptakan mandat kepada Adam
bukan kepada kehangusan berita yang dibacakan peziarah sekolah-sekolah, mengaji diri dengan pikiran kosong, Tuhan dijamu ketakutan. Alangkah cantik jika ada yang menyalakan sirine
dekat kali yang airnya hitam, kolam para pengabdi pelajaran
Di kelas, di kedinginan yang melumerkan diri sendiri
mata api menyala dalam penat. Sebuah pemberontakan diam-diam
lalu badai milik sejarah, kupinjam untuk bertopi
menutupi keganjilan yang merayapi setiap kehadiran
diri sendiri dan almamater kesejahteraan usia, menyebut dirinya atas nama 'Bhinneka Tunggal Ika'.
menenggelamkan asin laut di lidah garam
Apa yang mesti dipahat dari beribu misteri
Milik tukang becak, uang saku anak sekolah, rel kereta api liar,
bangunan Belanda di serambi kota, wartel yang bergumam sendiri,
listrik yang dikirim oleh banjir dekat laut yang tenang
kepiluan matahari yang diciptakan langit, lalu dimuarakan ke menara-menara pabrik. Kita akan duduk sambil mewiritkan kematian
Sebab lentera yang kau jaga sudah terpindah
Ke tambak-matamu, kesiur gumpalan kopi manis
di warung berjengkal-berjejer mengucapkan persetujuan,
: nasi bukan bubuk. bubuk bukan serpihan bulan sabit.

kurban Adam ialah aku, kau, kita,
dan, Kota?
dan perempuan-perempuan berkekasih dengan tubuhnya


Gresik, April 2014

Kamis, 24 April 2014

Seperti Awan dan Angin

seperti awan dan angin berkejaran lembut
liat tanahku rebahan upacara
dari keseharian gejala-gejala rayu
sabda
dan lembab cuaca

ketika air menetes-bermainan
dalam dekapanmu, dalam ingatanmu
dalam imaji, dalam kedalaman asing
malam - dari bunga-bunga yang bertebaran seamsal
aroma luka dan waktu;
aku pula mentari itu
berselimut dinding yang dingin
sehambar lidah mengaliri hati,
nurani, pun kepiluan air mata

hujan, bertanyalah ke akar rerumputan
rindu apa yang terputus tali cahaya,
kemarahan tangan-tangan nelayan
meruncingkan jeruji waktu
tersabit bulanku

apa saja kita gambar
yang tergetar - terumbu karang menari-nari tersapu
gelembung-gelembung sukmamu
seperti awan dan angin
di langit tinggi

Gresik, April 2014

Rabu, 26 Maret 2014

Sebab Kau Telah Tiada

sebab kau telah tiada
maka aku kempiskan kantung mataku
dari altarmu yang mendekat
ruh menyelam ke langit pekat

di tepi pantai ini
selalu tergerus batas-batas
musim penghujan terbata-bata menjatuhkan hasrat
ke turbin mimpi burukmu
kesepian yang digaungkan

sebab kau telah mati
menikam panji-panji berurutan
langit pekat berputar
tergolek tubuhmu di laut kepahitan
semasa kecil dulu pengantar pesan
dalam sebotol-sebotol meditasi:
jembatan ketir jalan ke dasar samudera

sebab kau telah tercebur
di dasar samudera itu
maka aku selipkan jejak berkaki sebelah
di sela-sela peningmu


Gresik, 2014

Lirih Wanitaku

sebagai seorang wanita
ia pun harus naik-turun tangga:
anak tangga satu, anak tangga dua, anak tangga tiga, dan seterusnya
sampai anak tangga paling akhir

anak-anak tangga yang tiap hari terlahir
pada satu pijakan melahirkan seribu
mungkin berjuta anak-anak tangga lain
tapi sebagai seorang wanita, ia sanggup
menahan kesabaran
dengan sepasang sayap di punggungnya
yang membuka: kebaikan dan pinta.

setiap akan menjumpa
tempat asing yang luput terpikir olehku
sebagai seorang wanita
pada pijakan anak tangga terakhirnya
ia pun rela menyanyikan untukku
sebuah lagu sendu,
lirih pula ia mempertemukanku
makna kasih sayang

Gresik, 2014

Perempuan Kalut

perempuan itu bergelantung di sudut kamar
tak ingin berbicara
dalam pakaian kepingan
pecahan mantra,
limbung suara dari percikan
api yang damai
terpahat bertahun-tahun

ia memberontak dalam bisik udara
senandung gersang lagu asing
kehilangan irama dan nada tenangnya
terhimpit suhu, gerak, dan waktu

ia pun menggeser-geserkan badannya di dinding
kemana pun arah tepi
tapi tak pernah menemu
garis ujung tanjungku
dada yang beribu kali
kau raba tiap malam

jantungku yang merekah
bertengger saja di tebing

dan perempuan itu mulai berbicara
merangkai jenis kata
kata yang aneh tapi penuh misteri
agar aku sukar mencium
aroma tubuhnya, dalam tanya:

sejak matahari berlari ke arah barat,
bibir apa yang kau tanam?

dalam pesan, pakaian, dan foto yang tergantung
pada dinding berlumut ini?

lalu bagiku, dinding ini adalah batas
dimana kekosongan dan masa lalu
saling berdiam. dan kau sudah ranum
matamu tajam membelah jantungku

kisah yang melegenda
kisah yang ditahbiskan
oleh para pendahulu
dengan khusyuk
lewat gumam, desir, dan isyarat
menjadi bentuk-bentuk
yang sedemikian rupa

seisap dupa
asap pun menuju ke rongga-rongga hasratku
untuk membiakkan surga
bagi dunia yang kau sulam
kata-kata aneh dan misteri
bertumpukan. mengerak

selagi masih di tepi
batas mana lagi yang kau curi?
mungkin sejumput rumput hijau
melenggangkanmu ke lembah asing
lembah kepasrahanmu

doa dan aniaya akan sama
bila tanpa ada kepastian



Gresik, 2014

Gemuruh Muara

seperti tapak kaki yang membekaskan jejak
menjadi seorang penggali kuburannya sendiri
kemudian bermunculan dari
badai yang sehabis pingsan
melekat sebagai tubuh di tanah galian hitam
yang kau cari, puing-puing tubuhmu pula
kelam dan meringsut ke dalam

ada keprihatinan yang dikembang-kempiskan tabuhannya
ranjang yang koyah. sederet kalender berurutan melambungkan angka dan nama-nama
tergambar dalam sprei kembang lusuh
kau pun tertikam; angin tak dingin juga tak hangat, masuk
lewat jendela kamarmu
kabarmu hangus! rambu-rambu setelah dibaca pagi dan segelas kopi.

gemuruh menyambut
diisakkan dalam doa, dari keberangkatan yang tak pernah
kau rencanakan sebagai perjalanan
yang dilepas lalu diambil kembali
putih yang putih
kursi goyang telah berdiam sendiri,
mata yang berjatuhan air mata
terapung dalam satu muara



Gresik, 2014